Berita
Universitas Wahid Hasyim
Unwahas Gelar Upacara Hari Santri Nasional
Semarang, Unwahas– Segenap civitas
akademika baik dosen, staff dan pegawai yang berada dilingkungan Universitas
Wahid Hasyim (Unwahas), menggelar upacara dalam rangka memperingati Hari Santri
Nasional (HSN) di halaman kampus Unwahas, Senin pagi (23/10).
Upacara ini melibatkan ratusan
mahasiswa Unwahas yang belajar dan tinggal di Pondok Pesantren (putra dan putri)
Luhur Wahid Hasyim (PPLWH). Para mahasiswa yang kemudian disebut para santri
ini mengikuti upacara dengan mengenakan pakaian khas pondok pesantren yaitu sarung.
Sehingga (santri) sering disebut kaum sarungan.
Tak berbeda dengan para santri,
seluruh civitas akademika Unwahas juga mengenakan pakaian ala santri, baju
batik, peci dan bersarung. Tema tersebut dipilih melestarikan budaya dan bentuk
nasionalisme.
Dalam amanatnya, rektor unwahas,
Prof. Dr. H. Mahmutarom HR., SH., MH. mengatakan, bahwa upacara peringatan Hari
Santri di Unwahas adalah kali pertama diselenggarakan. Sebagai kampus Aswaja,
sangatlah penting bagi civitas akademika untuk mengenang jasa-jasa para santri
dan ulama dan meneladani semangat perjuangan dalam merebut kemerdekaan tanah
air tercinta ini.
“ini akan menjadi contoh bagi
universitas lain, khususnya yang berada di bawah naungan Nahdlatul Ulama (NU) agar kedepannya dapat
menyelenggarakan upacara sebagai bentuk penghormatan atas jasa para santri dan
ulama dalam mewujudkan kemerdekaan. Selain itu, juga sebagai bukti nyata
kontribusi anak bangsa, yaitu kaum sarungan dalam bekerjasama membangun negeri”,
ucapnya.
Hari Sebelumnya, Unwahas juga
berperan aktif dalam upacara peringatan Hari Santri Nasional yang
diselenggarakan oleh PCNU Kota Semarang, di TMP Giri Tunggal (22/10), dengan
mendelegasikan mahasiswa dan santri PPLWH dan perwakilan mahasiswa asing asal
Thailand, Afghanistan, Iraq, Turki, dan lainnya.
Dalam amanat terakhir, Prof.
Mahmutarom menjelaskan, bahwa kiprah santri telah teruji dalam mempertahankan
Negara Kesatuan republik Indonesia. “santri-santri dan para ulama dahulu berperan
aktif dalam mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),
Pancasila, dan Bhineka Tunggal Ika, dengan menerima Pancasila sebagai dasar
negara dan menjaga keutuhan NKRI. Itulah bentuk perjuangan dalam membela agama,
bangsa dan negara.” pungkasnya.
Dalam rangkaian upacara itu,
dibacakan juga teks Resolusi Jihad KH. Hasyim Asy’ari, ulama pendiri NU,
sebagai ajakan kepada civitas akademika khususnya kaum muslimin, dalam hal ini Nahdliyin,
menguatkan kembali isi dan nilai-nilai Resolusi Jihad. Sebagai lembaga
pendidikan, tidak lain adalah berjuang membangun bangsa yang mempunyai intelektual
dan berkarakter.
Sumber: Suara Merdeka (24/10),
hlm. 24