Berita
Universitas Wahid Hasyim

post thumbail
5 November 2019

    Seminar Nasional ‘’RUU KUHP: Pembaruan Hukum Pidana Nasional Dalam Perspektif Islam” Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim

    Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim menyelenggarakan Seminar Nasional dengan tema “’RUU KUHP: Pembaruan Hukum Pidana Nasional Dalam Perspektif Islam”, bertempat di Aula Fakultas Kedokteran Universitas Wahid Hasyim pada Senin, 4 November 2019.

    Acara diikuti sekitar 250 orang dari unsur instansi pemerintah seperti Polda, Pengadilan Agama, Tinggi, Ombudsman, Kemenkumham, dan Komisi Yudisial; Praktisi Hukum, serta akademisi dari dosen & mahasiswa perwakilan dari Fakultas Hukum & Syariah se Kota Semarang. Sebagai Narasumber pada kegiatan tersebut Prof. Dr. Barda Nawawi Arief (Tim Perumus RUU KUHP), Prof. Dr. H. Ahmad Rofiq, MA (Guru Besar Hukum Islam UIN Walisongo Semarang/ Waketum MUI Jawa Tengah), Prof. Dr. H. Mahmutarom HR (Rektor Unwahas/ Guru Besar Ilmu Hukum), dan Dr. Sri Endah Wahyuningsih (Unissula Semarang)

    Ketua Panitia, Dr. Bahrul Fawaid, menyampaikan alasan pemilihan tema karena selama ini sering Pemerintah dihadapkan pada isu-isu social-keagamaan, dengan beberapa kali mendapatkan tudingan bahwa produk pemerintahan yang dihasilkan, termasuk di bidang hukum, seolah-olah bertentangan dengan agama (Islam). Fakultas Hukum Unwahas mencoba untuk mengkaji bagaimana irisan antara RUU KUHP dalam Perspektif Islam.

    Dalam sambutannya, Dekan Fakultas Hukum, Dr. Mastur menyampaikan bahwa Seminar ini bertujuan untuk mencari irisan RUU KUHP dengan Islam, sekaligus memberikan dukungan kepada Pemerintah agar segera mengesahkan RUU KUHP. Karena bagaimana pun, KUHP adalah produk lama Penjajah yang sudah waktunya diubah secara mandiri oleh Bangsa Indonesia.

    Pada kesempatannya, Prof Barda yang membawakan materi tentang RUU KUHP dalam Tinjuan Sosio-Historis menyampaikan, bahwa ide dasar RKUHP sebenarnya sudah muncul lama, sekitar 55 tahun untuk menggantikan KUHP peninggalan Belanda. KUHP merupakan penginggalan usang Penjajah Belanda yang secara sosio historis-filosofis tidak cocok dengan karakteristik bangsa Indonesia. Selain itu banyak di antara bagian-bagian dalam KUHP yang sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman. Ada beberapa kasus yang dapat dirujuk mengenai KUHP yang sudah selayaknya diperbarui, seperti kasus “nenek minah” yang didakwa melakukan pencurian Kakao, kasus pencurian kapuk, dan kasus-kasus lain.

    Berangkat dari ide dasar bahwa Indonesia membutuhkan KUHP yang lebih mencerminkan nilai-nilai keseimbangan, sudah saaat Indonesia melakukan pembaruan terhadap KUHP. Pembaruan hukum pidana pada hakekatnya mengandung upaya melakukan reorientasi dan reformasi hukum pidana yang sesuai dengan nilai-nilai sentral sosio-politik, sosio-filosofis, dan sosio-kultural masyarakat Indonesia yang melandasi kebijakan sosial, kebijakan kriminal, serta kebijakan penegakan hukum di Indonesia.

    Sementara Prof Rofiq yang memaparkan materi “RUU KUHP dan Isu-Isu Sosial dalam Perspektif Islam” menyampaikan bahwa harus diakui ada pro-kontra terkait RUU KUHP, terutama pada beberapa pasal yang seolah dibenturkan dengan isu-isu sosial-keagamaan. Namun sebenarnya kita patut bersyukur setelah melalui proses yang sangat panjang, sudah ada RUU KUHP produk begawan hukum Indonesia. Bahkan apabila dicermati, rumusan-rumusan klausul-klausul dalam RUU KUHP sesungguhnya cukup kaya dan diperkaya dengan nilai-nilai hukum pidana Islam. Yang jelas, seandainya disahkan RUU KUHP menjadi KUHP, setidaknya Indonesia sedikit lega dan terbebas dari kesan dan ledekan bahwa kita sudah memiliki KUHP yang “sudah dinasionalisasi”.

    Sementara itu, Dr Endah yang memaparkan materi tentang “Asas-Asas Hukum Pidana RUU KUHP dalam Perspektif Islam”, menyampaikan bahwa secara umum asas-asas dalam hukum Islam telah terimplentasi dan menjiwai pembangunan asas-asas dalam RUU KUHP. Dalam hukum Islam terkandung asas fleksibilitas/elastisitas pemidanaan dan modifikasi pidana yang sudah diimplementasikan dalam RUU KUHP. Menurut Endah, RUU KUHP perlu segera disahkan untuk mengganti Wvs/KUHP produk kolonial Belanda yang sampai sekarang masih berlaku. Berdasar pengalaman pribadinya ketika ke Belanda dan bertemu Profesor Hukum di sana, Profesor itu kaget kenapa sampai sekarang Indonesia masih memberlakukan KUHP produk Belanda padahal sudah merdeka lama. Apalagi, di Belanda sendiri KUHP sudah puluhan kali mengalami perubahan.

    Sementara Prof Mahmutarom dalam kesempatannya menyampaikan, bahwa kita perlu memahmi secara komprehenship RUU KUHP. RUU KUHP sudah sangat bagus. Lahir dari pemikir-pemikir hokum asli Indonesia yang memahami persis karakteristik bangsa Indonesia. Sudah mencerminkan nilai-nilai islam/ hokum Islam, dan mampu menjawab perkembangan zaman. Masalahnya, kadang-kadang orang kita masih menghakimi sesuatu tanpa mau membaca dan memahami terlebih dahulu dengan baik. Ia merasa heran kenapa masih ada orang yang lebih memilih menggunakan produk usang (KUHP) buatan orang lain dibandingkan produk baru buatan bangsa sendiri. Terlebih saat melihat beberapa orang yang menyampaikan demo terkait RUU KUHP, namun ia sendiri sama sekali tidak memahami dengan baik apa yang disampaikan ketika demo, hanya membaca sekilas dari sharing berita di media social. Lebih lanjut, Mahmutarom mendukung RUU KUHP segera disahkan.

    Seminar yang dimoderatori Dr. Sidqon Prabowo berjalan dengan sangat menarik dengan tingginya animo & antusias peserta seminar dalam mengikuti materi dan mengajukan beberapa pertanyaan saat sesi tanya jawab. (Humas)

Seminar Nasional ‘’RUU KUHP: Pembaruan Hukum Pidana Nasional Dalam Perspektif Islam” Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim
logo-kampus-merdeka